Rumah Intaran: Awal Cerita
February 14, 2015 § 8 Comments
“Siapapun yang datang ke Rumah Intaran pastilah orang- orang yang telah sempat menyeleksi dirinya. Bukan perkara mudah untuk datang dan tinggal di Rumah Intaran yang jauh dari pusat keramaian”.
-Paspor Rumah Intaran-
Telah dua minggu berada di Rumah Intaran, harusnya telah banyak cerita yang dapat saya bagikan.
Tidak terasa, sejak mendaftar untuk ikut program tersebut pada 15 januari lalu, pertama saya tidak berekspektasi terlalu banyak mengingat pagenya banyak diikuti dan paling tidak dari setengahnya berasal dari luar Bali. Dan jika diiperkirakan seperempatnya mungkin adalah lulusan arsitektur universitas terkemuka. iseng-iseng berhadiah saya pikir.
Jika dihitung sejak saya mengikuti halamannya mungkin sekitar 6 bulan yang lalu, ketika tengah menghadapi tugas akhir. hampir setiap hari halamannya posting berbagai informasi, terutama sekali arsitektur, budaya, sosial, gaya hidup sehat, dan berbagai cerita menarik dari desa khususnya yang berada di kabupaten Buleleng.
Secara bertahap, saya mulai mengenal Gede Kresna dan Ayu Gayatri sebagai pemilik studio arsitektur sekaligus pencetus gerakan rumah perlawanan. Mulai dari mengirimkan permintaan pertemanan, hingga sempat ditanyakan beberapa hal via facebook. Ketika itu sempat terbersit pikiran untuk membuat hal yang serupa atau mungkin suatu saat dapat bergabung dan belajar berbagai hal di sini.
Mungkin suatu pernyataan kadang dapat benar-benar terjadi, misalnya hati-hatilah dengan pikiranmu, karena mungkin suatu saat akan terjadi. Dan saya begitu percaya bahwa setiap impian akan selalu hidup dan tumbuh menjadi kenyataan didorong berbagai upaya. Tanggal 25 januari, pengumuman siapa yang akan mengikuti program 300 hari di Rumah Intaran diumumkan. Sebuah surel mampir di kotak masuk email saya, yang tengah penuh akan tugas-tugas lepas untuk sebuah event management di Denpasar. Dan nama saya tertulis, dari tiga nama yang dicantumkan disana.
Tanggal 1 februari, menjemput 2 teman yang ikut program ini yang keduanya berasal dari yogyakarta. Fida, lulusan Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Solo dan Haps lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB). Sebagai tuan rumah setidaknya saya punya tanggung jawab moril untuk mengantarkan mereka sampai di Bengkala, sekaligus saya memiliki janji ke Pak Gede Kresna (sapaan saya) untuk berangkat bersama mereka. Seorang lagi peserta progaram ini adalah Dwi (mahasiswa DKV Undiksha, peserta program dengan wild card setelah beberapa lama menjadi volunteer di Rumah Intaran).
Jam 9 malam, kami baru sampai di Bengakala, karena beberapa kali singgah makan dan sempat berkunjung ke rumah Heri, salah seorang teman saya. Bertemu dengan pak Gede Kresna dan Ibu, dan disuguhkan beberapa buah pisang rebus dan beberapa helai daun intaran. Hal tersebut merupakan sebuah sambutan yang ditujukan untuk tamu-tamu yang bertandang di Rumah Intaran. Ini percobaan kedua saya mengunyah daun intaran, pertama saat membantu teman-teman di Tulamben guna memasang papan pengumuman penyelam. Di Daerah tersebut, pohon intaran tumbuh dengan subur dan jumlahnya sangat banyak. Percobaan tersebut, dilatari rasa ingin tahu saya akan intaran seperti yang dikampanyekan oleh Pak Gede melalui akun facebooknya. Pahit tentu saja, namun itu obat demikian yang disampaikannya kepada kami semua.
Buku catatan dan sebuah buku saku kecil bertuliskan paspor. Buku catatan untuk menuliskan berbagai pengalaman selama program ini berlangsung dan paspor merupakan panduan untuk berkegiatan serta informasi penting mengenai Rumah Intaran.
Saya pikir ini merupakan penghargaan untuk dapat tinggal, belajar dan merayakan hari sekaligus bekerja di Studio Arsitektur selama 300 hari di Rumah Intaran. Karena saya percaya bahwa setiap tempat adalah rumah, setiap tempat adalah sekolah, serta setiap orang adalah guru. Terima kasih untuk kesemparan ini kepada Bapak Gede Kresna, Ibu Ayu, serta tak lupa kepada semesta yang selalu memberikan hal yang terbaik pengalaman yang berharga dalam hidup.
Bengkala, 14 Februari 2015
Ditengah hujan yang terus mendera
Keep writing Kak. Semoga sukses! :))
LikeLike
oh gitu rik.. ok.. kamu di malang neh?
LikeLike
Kuuukss.. udah balik kak . hehe
LikeLike
Seru banget!
kayaknya aku sempat mampir ke salah satu blog temanmu, cerita yang sama menariknya tentang desa Intaran.
Aku tunggu cerita selanjutnya :)
LikeLike
suksma mbok kadek doi, sampun berkunjung.. namanya Rumah Intaran.. di Desa Bengkala, Buleleng.. tapi saya lebih senang mendegar cerita-cerita perjalanannya doi di Amerika.. heheheh
LikeLike
Selamat, hadiahnya belakangan aja ya, pan perjalanan belum selesai, 300 hari.
LikeLike
wow! ternyata Rumah Intaran bukan mitos… sekitar tahun 2012 tom2 pernah berencana ngajak mampir kesana, tapi belum sampe2 juga, mungkin belum jodoh ;))
gudluck, ka…
LikeLike
bli gung WS.. niki tom2 kari melali ring rumah Intaran.. :)
LikeLike